Shalat Jum’at dua raka’at ba’da khutbah, imam disunnahkan membaca surat al-A’la di raka’at pertama dan surat al-Ghasyiyah di raka’at kedua, atau surat al-Jumu’ ah dengan surat al-Munafiqun.
Jumhur Ulama termasuk tiga imam, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad berpendapat bahwa makmum masbuq mendapatkan shalat Jum’at manakala dia mendapatkan satu raka’at, jika tidak maka dia shalat Zhuhur.
Misalnya, makmum masuk ketika imam sedang membaca surat al-Ghasyiyah, maka setelah imam salam, dia bangkit untuk shalat satu raka’at karena dia mendapatkan Jum’at, seandainya dia masuk pada saat imam ‘Sami’allahu liman hamidah’ di raka’at kedua, maka setelah imam salam dia bangkit shalat Zhuhur empat raka’at.
Dalil pendapat ini adalah sabda Nabi saw,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَة .
“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat itu.” Muttafaq alaihi dari Abu Hurairah.
Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa makmum masbuq mendapatkan Jum’at jika dia mendapatkan tasyahud imam, maka dia cukup shalat dua rakaat setelah salam imam dan shalatnya sempurna.
Waktu Shalat Jum’at
Jumhur ulama berpendapat bahwa waktu shalat Jum’at adalah waktu shalat Zhuhur berdasarkan hadits Anas bahwa Nabi saw shalat Jum’at manakala matahari telah condong ke barat. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad.
Salamah bin al-Akwa’ berkata, “Kami shalat Jum’at bersama Rasulullah saw apabila matahari tergelincir, kemudian kami pulang menelusuri bayangan.” Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad.
Imam Ahmad berpendapat, boleh shalat Jum’at sebelum waktu Zhuhur karena waktunya mulai dari waktu shalat Id sampai akhir waktu Zhuhur, pendapat ini berdalil kepada hadits Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw shalat Jum’at, kemudian kami menengok unta-unta kami dan kami mengistirahatkannya manakala matahari tergelincir.” Diriwayatkan oleh Muslim, an-Nasa`i dan Ahmad.
Jumhur menjawab hadits Jabir bahwa ia menunjukkan kesegeraan dalam pelaksanaannya ba’da zawal tanda menunggu turunnya panas matahari. Wallahu a’lam.
Jumlah Hadirin dalam Shalat Jum’at
Shalat Jum’at dilaksanakan di suatu tempat di mana penduduknya adalah orang-orang yang tinggal permanen, bukan orang-orang yang nomaden yang hidup berpindah-pindah dan tidak menetap di suatu tempat.
Adapun tentang jumlah minimal hadirin dalam shalat Jum’at, maka banyak pendapat, Imam Abu Hanifah berpendapat empat orang termasuk imam, Imam Malik berpendapat tidak ada ketentuan jumlah, yang penting berjamaah, Imam asy-Syafi'i berpendapat empat puluh termasuk imam.
Pihak yang tidak menetapkan syarat jumlah tertentu berdalil kepada hadits Thariq bin Syihab bahwa Nabi saw bersabda,
الجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إلا أَرْبَعَة عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ وَامْرَأةٌ وَصَبِيٌّ وَمَرِيْضٌ
“Shalat Jum’at adalah hak wajib atas setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat: hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang sakit.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Imam an-Nawawi berkata, “Sanadnya shahih di atas syarat al-Bukhari dan Muslim.”
Sedangkan pihak yang mensyaratkan empat puluh, maka mereka berdalil kepada hadits Abdurrahman bin Ka’ab dari bapaknya berkata, “Orang pertama yang mendirikan shalat Jum’at untuk kami di Madinah sebelum Rasulullah saw tiba adalah As’ad bin Zurarah di Naqi’ al-Khadhamat.” Aku bertanya, “Berapa jumlah kalian saat itu?” Dia menjawab, “Empat puluh.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqi. An-Nawawi berkata, “Hadits hasan.” Wallahu a’lam.
Hari Raya di hari Jum’at
Jika hari Raya bertepatan dengan hari Jum’at maka gugur kewajiban shalat Jum’at bagi siapa yang hadir di shalat Id, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Iyas bin Abu Ramlah asy-Syami berkata, aku melihat Mu'awiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam, “Apakah kamu pernah menyaksikan dua hari Raya dalam satu hari bersama Rasulullah saw?” Zaid menjawab, “Ya.” Mu'awiyah bertanya, “Lalu apa yang beliau lakukan?” Zaid menjawab, “Beliau shalat Id kemudian memberikan keringanan untuk Jum’at, beliau bersabda, ‘Barangsiapa berkenan untuk shalat maka hendaknya dia shalat.’ Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Wallahu a’lam.
Jumhur Ulama termasuk tiga imam, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad berpendapat bahwa makmum masbuq mendapatkan shalat Jum’at manakala dia mendapatkan satu raka’at, jika tidak maka dia shalat Zhuhur.
Misalnya, makmum masuk ketika imam sedang membaca surat al-Ghasyiyah, maka setelah imam salam, dia bangkit untuk shalat satu raka’at karena dia mendapatkan Jum’at, seandainya dia masuk pada saat imam ‘Sami’allahu liman hamidah’ di raka’at kedua, maka setelah imam salam dia bangkit shalat Zhuhur empat raka’at.
Dalil pendapat ini adalah sabda Nabi saw,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَة .
“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat itu.” Muttafaq alaihi dari Abu Hurairah.
Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa makmum masbuq mendapatkan Jum’at jika dia mendapatkan tasyahud imam, maka dia cukup shalat dua rakaat setelah salam imam dan shalatnya sempurna.
Waktu Shalat Jum’at
Jumhur ulama berpendapat bahwa waktu shalat Jum’at adalah waktu shalat Zhuhur berdasarkan hadits Anas bahwa Nabi saw shalat Jum’at manakala matahari telah condong ke barat. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad.
Salamah bin al-Akwa’ berkata, “Kami shalat Jum’at bersama Rasulullah saw apabila matahari tergelincir, kemudian kami pulang menelusuri bayangan.” Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad.
Imam Ahmad berpendapat, boleh shalat Jum’at sebelum waktu Zhuhur karena waktunya mulai dari waktu shalat Id sampai akhir waktu Zhuhur, pendapat ini berdalil kepada hadits Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw shalat Jum’at, kemudian kami menengok unta-unta kami dan kami mengistirahatkannya manakala matahari tergelincir.” Diriwayatkan oleh Muslim, an-Nasa`i dan Ahmad.
Jumhur menjawab hadits Jabir bahwa ia menunjukkan kesegeraan dalam pelaksanaannya ba’da zawal tanda menunggu turunnya panas matahari. Wallahu a’lam.
Jumlah Hadirin dalam Shalat Jum’at
Shalat Jum’at dilaksanakan di suatu tempat di mana penduduknya adalah orang-orang yang tinggal permanen, bukan orang-orang yang nomaden yang hidup berpindah-pindah dan tidak menetap di suatu tempat.
Adapun tentang jumlah minimal hadirin dalam shalat Jum’at, maka banyak pendapat, Imam Abu Hanifah berpendapat empat orang termasuk imam, Imam Malik berpendapat tidak ada ketentuan jumlah, yang penting berjamaah, Imam asy-Syafi'i berpendapat empat puluh termasuk imam.
Pihak yang tidak menetapkan syarat jumlah tertentu berdalil kepada hadits Thariq bin Syihab bahwa Nabi saw bersabda,
الجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إلا أَرْبَعَة عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ وَامْرَأةٌ وَصَبِيٌّ وَمَرِيْضٌ
“Shalat Jum’at adalah hak wajib atas setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat: hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang sakit.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Imam an-Nawawi berkata, “Sanadnya shahih di atas syarat al-Bukhari dan Muslim.”
Sedangkan pihak yang mensyaratkan empat puluh, maka mereka berdalil kepada hadits Abdurrahman bin Ka’ab dari bapaknya berkata, “Orang pertama yang mendirikan shalat Jum’at untuk kami di Madinah sebelum Rasulullah saw tiba adalah As’ad bin Zurarah di Naqi’ al-Khadhamat.” Aku bertanya, “Berapa jumlah kalian saat itu?” Dia menjawab, “Empat puluh.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqi. An-Nawawi berkata, “Hadits hasan.” Wallahu a’lam.
Hari Raya di hari Jum’at
Jika hari Raya bertepatan dengan hari Jum’at maka gugur kewajiban shalat Jum’at bagi siapa yang hadir di shalat Id, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Iyas bin Abu Ramlah asy-Syami berkata, aku melihat Mu'awiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam, “Apakah kamu pernah menyaksikan dua hari Raya dalam satu hari bersama Rasulullah saw?” Zaid menjawab, “Ya.” Mu'awiyah bertanya, “Lalu apa yang beliau lakukan?” Zaid menjawab, “Beliau shalat Id kemudian memberikan keringanan untuk Jum’at, beliau bersabda, ‘Barangsiapa berkenan untuk shalat maka hendaknya dia shalat.’ Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar